Muhammad Ahmad
Sahal Mahfudz, yang lahir di desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tenga, 17
Desember 1937, adalah putra KH Mahfudz Salam, ulama sepuh yang mendirikan
pesantren Maslakul Huda pada tahun 1910. Nasab Kiai
Sahal, berhulu pada KH Ahmad Mustamakkin, tokoh legendaris yang diyakini hidup
pada abad ke-18.
Kiai Sahal
adalah tipe seorang ulama yang sejak awal kehidupannya tumbuh dan berkembang
dalam tradisi pesantren. Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan tertua di
Indonesia, dengan segala subkultur dan kekhasannya, telah membentuk pribadi dan
karakter Kiai Sahal.
Dengan Membaca
riwayat hidupnya, kita akan segera dapat menyimpulkan bahwa seluruh kehidupan
dan aktivitas Kiai Sahal selalu terkait dengan dunia pesantren. Pesantren
adalah tempat mencari ilmu dan sekaligus tempat pengabdiannya. Dedikasinya
sebagai pesantren, pengembangan masyarakat, dan pengembangan ilmu fikih, tidak
pernah diragukan. Ia bukan hanya seorang ulama yang ditunggu fatwanya, seorang
kiai yang dikelilingi ribuan santri, seorang pemikir yang menulis ratusan
risalah berbahasa Arab dan Indonesia, tapi juga aktifis LSM yang mempunyai
kepedulian tinggi terhadap problem masyarakat kecil disekelilingnya.
Peran dalam
organisasi pun sangat signifikan, terbukti tiga periode menjabat Rais Am Syuriah,
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak tahun 1999, dan ketua umum MUI sejak tahun
2000. Selain jabatannya di atas, jabatan lain yang pernah beliau emban adalah
rektor Inisnu Jepara , Jawa Tengah ( 1998-wafat), dan pengasuh Pondok Pesantren
Masakul Huda, Kajen, Pati (1936-wafat).
Kiai Sahal
memang nahdiyyin tulen. Sikapnya
dalam berbagai problematika sosial selalu menjunjung tinggi sikap tawasuth( moderat ), tawazun,
dan tasamuh ( egaliter ), yang
menjadi ciri khas ulama NU. Tulisannya yang tersebar di berbagai media dan
buku-buku karyanya menunjukkan mantan MUI Jawa Tengah itu mempunyai perhatian
mendalam terhadap berbagai isu, mulai dari pengembangan pesantren, ukhluwah
islamiyah, penanganan zakat, dinamika dalam NU, manajemen dakwah, hingga penuntasan
kemiskinan.
Sosok Kiai
Sahal memang luar biasa. Penampilannya selalu bersahaja, tenang dan lugas dalam
berbicara, tetapi tidak berkesan menggurui. Padahal ia adalah nahkoda kapal
besar ulama bernama Nahdlatul Ulama dan MUI, yang fatwa-fatwanya sangat menentukan
gerak langkah kedua wadah bernaungnya para kiai tersebut.
Kiai Sahal
wafat pada hari Jumat, 24 Januari 2014, dini hari, pukul 01.05 WIB di
kediamannya, komplek Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen, Pati, Jawa Tengah
dalam usia 78 tahun.
Post a Comment
- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami