10 Hal yang dapat Indonesia pelajari dari Pendidikan di Finlandia

Dalam sekitar 76 Negara di seluruh dunia, Indonesia menduduki peringkat 69, atau dapat dibilang peringkat ke tujuh terbawah.

Finlandia memiliki angka kesenjangan terendah dalam berbagai hal tentang pendidikan

Keberhasilan prestasi robotik karya anak bangsa, seolah tidak mempengaruhi pemikiran dunia. Bahwa Indonesia sendiri masih diragukan sebagai negeri yang mempunyai pendidikan berkualitas, hal ini terbukti melalui pendataan oleh organisasi OECD melalui tes tulis, yang mencatat hubungan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi.
(image source: smithsonianmag.com )

Dicanangkannya Kurikulum 13 tidak membuat pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan, malahan mengalami penurunan drastis, hingga pendidikan Indonesia sendiri, terpuruk bersama dengan - setara jejeran negara di Afrika.

OECD sendiri adalah Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi dunia. Melalui pendataannya, kita dapat lihat, bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih diragukan.

Fasilitas dan Kualitas guru, serta penekanan siswa-siswi pada nilai dan banyaknya mata pelajaran yang saking banyaknya sehingga hanya dibahas sesaat – bahkan sampai banyaknya, hingga tidak sempat dibahas. Itu semua adalah masalah nyata yang dapat dilihat oleh mata opini masyarakat.

Tahukah sahabat, kalau Negeri dengan pendidikan paling sempurna dengan siswa terpintar – Finlandia paling anti sama masalah diatas?

Kalau kita ada ujian sekolah untuk kenaikan kelas, mengandalkan nilai rapor yang buagus dan piagam untuk dapat masuk universitas favorit. Mengeluarkan biaya supaya bisa sekolah.

Finlandia malah melakukan hal sebaliknya?

Hmm, apa ya yang membedakan pendidikan di Indonesia dengan Finlandia? Banyak kok >o<

1. Dilarang sekolah, sampai umur tujuh tahun!

Finlandia membuat kebijakan, anak dilarang bersekolah sebelum umur 7 tahun

Finlandia: Pemerintah Finlandia memberikan kebijakan, bahwa anak-anak baru diperbolehkan sekolah saat usia menginjak tujuh tahun, dibandingkan negara lain, Finlandia-lah yang memilih memulai start terlalu telat.

Hal ini tidak semata-mata tanpa perhitungan, berdasarkan pertimbangan matang terhadap kesiapan mental anak-anak untuk belajar. Anak-anak usia 7 tahun ke bawah diutamakan untuk bermain, berimajinasi, mencari tahu dan menemukan jawaban sendiri. Di sana, anak-anak diajak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar serta bermain dengan teman sebaya. Fokus utamanya adalah membentuk pribadi yang mudah bergaul, berinteraksi, dan aktif. Pada fokus ini, pemerintah sangat mengandalkan dukungan masyarakat terutama orang tua, selain itu pemerintah juga turut membantu, seperti memberi buku pedoman pada masing-masing; ayah, ibu, dan anaknya.

Uniknya lagi, penilaian tugas tidak diberikan hingga siswa menginjak kelas 4 SD. Mereka terus dijejal permainan interaktif, bahkan kegiatan ini masih mendominisasi di SMA.

Meskipun telat, para pelajar usia 15 tahun di Finlandia ini mampu mengungguli pelajar lain pada tes PISA.

Indonesia: Orang tua sekarang pada sukanya was-was untuk menyekolahkan anaknya ke pre-school favorit. Para ortu takut kalau tidak ke sekolah bagus sekarang, anaknya bakal tidak dapat sekolah bagus.

Ini terlalu tergesa-gesa, harusnya orang tua mengawasi, saling berkomunikasi dan membimbing anaknya. Dari pada pintar dahulu, lebih baik fokus pada bagaimana anak menjadi pribadi yang baik kelak.

2. Semua Sekolah Negeri Gratis Dibiayai Pemerintah. Sekolah swastapun terjangkau. Dan semua sekolah, sama berkualitasnya

 

Finlandia: Orang tua disana tidak perlu pusing tujuh keliling untuk mencari sekolah idaman. Karena, sekolah di Finlandia sama bagusnya... dan gratis. Yang orang tua pikir disana adalah “sekolah mana yang paling dekat?”. Salah satu prinsip pendidikan di negeri tersebut adalah kesetaraan, tidak ada subsidi untuk mereka yang membutuhkan, melainkan sekolah bermutu dan bebas biaya untuk semua.

Indonesia: Bersyukurlah karena sudah ada dana BOS, tapi terkadang sekolah masih sering menarik uang. Sekolah-sekolah di Indonesia sendiri seperti melakukan perang dingin, mereka saling berkompetisi menjadi sekolah paling hebat.

3. Persamaan derajat untuk semuanya! Tak ada segregasi antara “murid pintar” dan “murid bodoh”

image via Laura

Finlandia: Pada tahun 1970, praktik pemisahan siswa berdasarkan rangking dan nilai skor – dimusnahkan oleh Pemerintahan Finlandia, dan setiap siswa terbelakang mulai mendapatkan perhatian khusus di sekolah dan siswa mulai terbantu. Finlandia percaya, seorang guru yang berkualitas, adalah guru yang dapat membantu siswa terbelakang, maka Guru tersebut dianggap mampu mengajar semua siswa. Secara efektif, dan pada akhirnya, tidak meninggalkan satupun anak didiknya berada di belakang. Dan akibatnya, Finlandia merupakan negara yang mempunyai perbedaan antara siswa pintar dan siswa bodoh terkecil di dunia.

Indonesia: Di sini terlihat jelas perbedaan murid pintar dan murid bodoh, mereka terkadang dipisah menjadi kelas berbeda. Dan yang miris adalah dalam penerimaan universitas, universitas sangat fokus pada sekolah dengan berjuta prestasi. Oleh karena itu, sekolah menjadi termotivasi untuk fokus pada mendorong “siswa terbaiknya” untuk semakin sempurna. Dan sangat mirisnya adalah, mereka menganggap “siswa bodoh” sebagai pencicilan yang berpotensi berbahaya bagi kinerja sekolah secara keseluruhan, bukan membantu siswa terbelakang tersebut, malah nge-PHP-in.

4. Lebih banyak Kepercayaan, Sedikit Birokrasi

img via genOpp

Mungkin yang masih polos: Birokrasi artinya adalah cara kerja lambat dan bertele-tele.

Finlandia: Masyarakat percaya bahwa sekolah itu berkualitas, dan sekolah percaya bahwa tenaga didik yang mereka punya berkualitas, dan para guru percaya bahwa sekolah mempunyai semua fasilitas penunjang yang dibutuhkan, serta percaya bahwa anak-anaknya dapat belajar dengan baik. Dan siswa percaya bahwa gurunya akan mengajarinya dengan seluruh jiwanya agar si siswa dapat menjadi sukses. Intinya, masyarakat percaya pada sekolah, dan sekolah menjalankan amanah yang diberikan masyarakat.

Indonesia: Tak bisa disangkal, semua orang tua pastinya ingin anaknya masuk sekolah super duper favorit, walaupun sekolah tersebut mematok harga yang sangat mahal. Tentunya sahabat sudah tahu apa alasannya bukan? Akibatnya, beberapa sekolah “yang tidak terpecaya” gagal bersaing dan kemudian meredup-lalu mati. Sedangkan sekolah favorit, sekolah menjadi ladang bisnis favorit yang menawarkan kesuksesan berlebihan dimata orang tua.

Selain itu, untuk menetapkan kebijakan kurikulum saja, Indonesia terus gonta-ganti. Banyaknya mata pelajaran, namun waktu yang singkat, membuat siswa lebih mudah lupa. Sangat rugi rasanya kalau kita menghabiskan satu bab pelajaran, namun tidak memperoleh apapun (lupa).

Contoh lain di masyarakat, masyarakat beranggapan bahwa akan lebih baik anaknya masuk jurusan IPA daripada IPS maupun Bahasa, karena anak IPA pintar semua. Alasan ini sangat kekanak-kanakan. Lebih kekanakan daripada “Mengapa saya suka Spongebob? Karena rumahnya nanas”. So, Biarkan anak memilih jalan hidupnya sendiri.

5. Tips belajar dari Finlandia: 45 minit belajar – 15 minit istirahat

Perut Kosong dapat menjadi penghambat, oleh karena itu, sekolah menggratiskan makan siang untuk semua siswa via hipwee.com

Pelajar di Finlandia belajar selama 45 menit, setelah itu, sudah menjadi HAM mutlak, siswa mendapat jatah 15 menit istirahat. Finlandia percaya, kemampuan terbaik siswa dalam menyerap ilmu baru bisa didapat setelah mengistirahatkan otak seusai belajar untuk membentuk fokus baru. Dengan istirahat, membuat siswa menjadi lebih produktif dan semangat.

Indonesia: Pelajar indonesia sering terkantuk kantuk, alasannya biasanya pembelajaran yang membosankan, juga karena jatah istirahat yang minim sekali. Mereka akan melihat jam dan berkata “aduh masih 30 menit lagi” atau “Sip, tinggal 2 menit lagi”

 

6. Tips No. #2: Hanya ada disekolah 4-5 jam sehari dan mulai dari SMP, sistem pengajaran sama seperti di kuliahan


Disini, siswa SD-SMP hanya ada disekolah paling lama 5 jam perhari, tidak hanya itu, siswa SMP-SMA sudah mendapatkan pengajaran sistem kuliah, mereka hanya datang pada mata pelajaran yang mereka pilih. Mereka ke sekolah bukan karena terpaksa, namun, karena pilihan mereka.

Tidak hanya itu, siswa SMP maupun SMA disana berhak menentukan target atau aktivitas di sekolah. Sehingga para siswa disana dibuat tidak sabar untuk masuk kelas dan melaksanakan proyeknya.

Indonesia: Dibandingkan Finlandia, jam belajar indonesia salah satu yang paling lama, yaitu 8 jam, biasanya hanya diselingi satu kali istirahat selama 15 menit. Hal ini membuat otak kurang fokus dan jenuh.

7. Tips No. #3: Tidak ada ulangan, Finlandia percaya, para guru paling tahu cara mengevaluasi anak didiknya, jadi, tidak ada ujian nasional.


 (image source: smithsonianmag.com )
Finlandia: Para pelajar tidak pernah ditekan dengan segala ujian hingga umur 16, Do You Know Why? Karena ujian menyebabkan segregasi pada setiap orang! Mereka mengurangi model pembelajaran fokus pada selembar kertas. Tes tulis tersebut tidak dianggap terlalu berarti.

Selain itu, ujian nasional dianggap tidak perlu, karena Finlandia percaya penuh kepada gurulah yang berhak menentukan kurikulum dan evaluasi pembelajaran kepada didikannya. Hal ini karena kredibilitas dan mutu tinggi yang dimiliki guru.

Dengan ini, diversitas, keberagaman tingkatan sosial, dan perbedaan kultur, bukanlah masalah. Mengingat guru adalah orang tua yang baik, yang tahu bagaimana cara penilaian terbaik terhadap anak-anaknya.

Indonesia: Sejak SD, siswa sudah dikenalkan dengan soal kertas, terus demikian sampai buaya memutuskan ekornya. Para pelajar berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh nilai tinggi-bagaimanapun caranya. Siswa yang mendapat skor A, akan bangga dengan kecerdasannya, sedangkan siswa yang selalu mendapat skor C akan kehilangan motivasi dan merasa tak mampu untuk bersaing dengan siswa A. Padahal belum tentu “siswa nilai A” akan unggul dalam pemecahan masalah di dunia nyata.

image via pension-vocabulary
Finlandia menyadari hal tersebut, daripada membuat siswa belajar demi nilai yang bagus, lebih baik membuat siswa belajar demi ilmu pengetahuan dan minat, karena belajar sesungguhnya adalah belajar untuk hidup.

8. Tips No. #4: Keseimbangan antara sains dan seni

Matematis dan Kreatifitas adalah dua hal yang melengkapi - via adsoftheworld

Finland: Kesenian dan kerajinan mendapatkan perhatian seserius sains. Para guru percaya bahwa, dengan seni dapat meningkatkan kreativitas murid dalam menyelesaikan permasalahan serta berfikir imajinatif. Tidak ada diskriminasi antara pelajaran seni dan sains, keduanya saling melengkapi.

Indonesia: Dari yang saya rasakan, kesenian hanya mendapat jatah sangat terbatas, yaitu paling banyak 4 jam seminggu, hal ini membuat kreatifitas siswa menjadi mati.

9. Pemerintah membiayai Semua Guru agar minimal S2. Gaji mereka merupakan gaji tertinggi di Finlandia, karena guru adalah “pahlawan”.


Finlandia: Setiap pengajar di Finlandia dibiayai gratis oleh pemerintah untuk mencapai gelar master, gaji mereka setara dengan dokter dan pengacara. Dan standar yang pemerintah patok untuk menjadi guru sangat tinggi, yaitu hanya 10% lulusan terbaik saja yang boleh menjadi guru.

Profesi guru memang sangatlah diminati di Finlandia, disana guru memang dikenal selain sebagai “sosok orang tua” juga merupakan “pahlawan”. Pemerintah sangat percaya, keberhasilan pendidikan dan kehidupan jangka panjang negara, ada pada guru bermutu setinggi langit. Makanya Pemerintah tak segan-segan berinvestasi besar-besaran, tidak hanya kualitas, kuantitaspun juga. Agar tidak terlalu ngepres, Pemerintah menetapkan satu guru untuk 12 siswa, rasio yang paling tinggi didunia. Sehingga, guru lebih intensif dalam pembelajaran.

Indonesia: moto “guru adalah orang tua kedua” mungkin hanya kalimat bullsh*t saja. Bagaimanapun sebagai orang tua, guru harusnya mengerti apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Misalnya anaknya dapat nilai jelek, ya bantu, eh malah minta anaknya remidi. Jangan tunggu si anak merengek, guru harusnya bisa memberi perhatian khusus pada setiap anak.
via squarespace.com

Memang mutu pengajar di Indonesia terlampau kurang, untuk menjadi guru juga relatif mudah. Cukup sarjana 1 atau diploma. Jadi sangat beruntunglah yang bercita-cita menjadi guru. Namun, bencanalah bagi siswa. Mereka hanya melihat gurunya berdiri di depan kelas sambil menyuruh kerjakan ini-kerjakan itu.

10. Tidak ada rangking karena...


Upaya pemerintah meningkatkan mutu sekolah dan tenaga pengajar dengan pertimbangan yang matang membuat Finlandia percaya, bahwa semua siswa ranking satu, jadi tidak ada pembagian antara “siswa bodoh” dan “siswa pintar” inilah hasil pendidikan sesungguhnya.

Tidak semua murid mempunyai karunia di bidang akademik, namun mereka mempunyai ciri khas dan kekuatannya sendiri yang harusnya perlu diperhatikan. Daripada fokus pada prestasi akademik, guru di Finlandia lebih fokus pada mengembangkan skill yang dimiliki siswa tersebut.

Pada akhirnya, Pendidikan di Indonesia persis seperti apa yang diucapkan Timo Heikkinen 
“Bila fokus pada statistik, Anda akan menghilangkan aspek kemanusiaan”.

Dipaksa belajar, menguasai segala hal, mendapat nilai bagus, sehingga tak mendapat waktu untuk bersosial membuat kita dibentuk menjadi terminator. Maka bila sahabat bertemu koruptor, jangan terlalu salahkan dia, tapi salahkan bagaimana dulu dia di-didik hingga berakhir seperti itu.

Key: sistem Pendidikan di Indonesia dibanding Finlandia
Labels:

Post a Comment

- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami

Refano Pradana

{google-plus#https://plus.google.com/u/0/112244076923112035800/} {pinterest#https://id.pinterest.com/apsdbgsmgs/}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget