Bukan Salah Anak: Selamatkan Anak Kita dari Sinetron Sebelum Terlambat!

Dampak Televisi terhadap Anak mampu membentuk karakteristik Anak.

Dampak dan Bahaya Media Massa



Dahulu, sering kita lihat anak-anak kecil bermain, mulai dari kelereng sampai bal-balan hingga sore hari. Ketika menjelang sore, anak-anak kecil pulang ke rumah bergegas untuk pergi ke musholla atau masjid, serta belajar mengaji. Belajar tatakrama dan belajar menjadi anak yang membanggakan orantuanya. Sekarang, sudah jarang kita dapati anak-anak seperti itu. Mereka mulai enggan untuk belajar dan mengaji di mushalla di kampungnya.

Beberapa tahun lalu, Indonesia tidak terlalu kenal dengan yang namanya ‘televisi’. Entah karena mereka tidak memiliki uang, tidak ada listrik atau memang menyadari dampak yang dibawanya.

Di era keterbukaan ruang informasi seperti sekarang ini, televisi sudah menjamur di rumah-rumah penduduk. Seolah televisi bukanlah barang mahal lagi, terkadang, bisa kita jumpai di satu rumah terdapat dua atau tiga televisi. Televisi kini bermacam fungsinya, baik untuk kebutuhan informasi, even berkumpul dengan keluarga atau sekedar pelepas penat.

Namun demikian, tidak semua kalangan dapat memilah dan memilih informasi dari televisi. Sikap acuh tak acuh pada tayangan televisi inilah yang dikhawatirkan tak peduli pada dampak buruk terkait televisi. Hal ini berpotensi mengurangi kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang, sebab kebanyakan dari mereka masih didominasi oleh anak-anak muda yang belia.

Memang benar jika televisi hanyalah sebuah media untuk menuai informasi atau tontonan yang menghibur. Akan tetapi, jiwa labil anak-anak muda akan cenderung menganggapnya sebagai tuntunan untuk kemudian melakukannya di dunia nyata. Ditambah, tontonan zaman sekarang orientasnya hiburan, bukan lagi informasi, apalagi pendidikan. Otomatis, tontonan yang segmentasinya anak muda akan menggambaran anak dengan segala huru-haranya.

Termasuk produk andalan televisi adalah sinema elektronik. Acara yang sering disingkat sinetron ini adalah film yang dibuat khusus untuk penayangan di media elektronik seperti televisi. Biasanya acara ini ditayangkan setiap hari. Pangsa pasarnya meliputi anggota keluarga terutama ibu-ibu dan remaja. Awal mula acara ini hanya menayangkan hiburan. Namun, lambat laun persaingan antar stasiun televisi mulai membuak acara ini mulai kebablasan.

Inilah beberapa diantaranya efek negatif dari persaingan antar stasiun televisi:



Waktu Penayangan tidak sesuai


Waktu Penayangan yang diawali dari jam enam sampai sepuluh malam adalah waktu terbaik untuk belajar dan membaca. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mendengarkan nasihat orang tuanya justru si kecil gunakan untuk menonton televisi. Maka jangan heran jika anak zaman sekarang cenderung mokong kalau dinasehati orang tua, karena kini nasehat orang tua telah tergantikan dengan nasihat sinetron.

Sudah mengesampingkan krama


Tontonan yang disuguhkan, terutama sinetron malam, sangat jauh dari positif dan keluhuran tata krama, cenderung hedonisme dan kebarat-baratan. Peran utamanya adalah orang cantik atau tampan, kebiasaannya pergi ke klub malam, melawan orang tua, pacaran, dan lain semacamnya. Selanjutnya, penonton dibawa untuk menyaksikan kedengkian dan segala bentuk kejahatan tokoh antagonisnya.

Anak Kita adalah Peniru Terbaik


Anak-anak muda yang belum mempunyai jati diri akan cenderung menirukan segala hal yang ia tonton, baik itu protagonis (tokoh utama) mauoun antagonis (musuh tokoh utama). Secara tidak sadar karakter anak-anak muda akan meniru idolanya: kalau perlu menghajar orang pun mereka akan mengikutinya.

Jika demikian, otomatis anak muda yang minus ilmu, minus tatakrama, minus teladan serta minus nasihat dari ortu akan menjadi penghalang besar bagi kemajuan bangsa. Sebab, satu-satunya masa depan yang bisa diharapkan adalah anak muda.

Sudah saatnya kita menyadari dampak negatif televisi, kemudian menjauhkan anak-anak dari televisi atau paling tidak mengurangi serta mengawasi tontonan mereka. Minimal setelah Maghrib, kemajuan bangsa ini tergantung anak mudanya, tergantung pendidikan orangtuanya.
Labels:

Post a Comment

- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami

Refano Pradana

{google-plus#https://plus.google.com/u/0/112244076923112035800/} {pinterest#https://id.pinterest.com/apsdbgsmgs/}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget