hikmah poligami nabi muhammad

http://muslim.or.id/wp-content/uploads/2013/03/poligami1.jpg Menyusuri Hikmah Poligami Nabi

“Kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki 9 istri. Angka yang fantastis bagi orang-orang masa kini. Tak heran jika para Orientalis menuduh bahwa Nabi adalah pemuja syahwat. Tuduhan yang tentu saja berdasarkan kebencian. Sebenarnya apa misi Nabi menikahi istri-istri beliau tersebut?”



Dari dulu sampai sekarang tak henti-hentinya musuh Allah ingin memadamkan cahaya islam. Mereka melakukan segala cara agar tujuannya tercapai. Mulai dari menyakiti Rasulullah SAW, sampai menuduh Rasulullah SAW tukang sihir. Akhir-akhir ini, Orentalis dan orang-orang Barat mengatkan “Muhammad pemuja Syahwat.” Mereka menganggap poligami Nabi adalah buktinya.
Ada dua poin yang mereka tidak pahami. Dua poin ini adalah bukti bahwa Nabi bukan pemuja syahwat. Yang pertama, Rasulullah SAW menikahi banyak istri ( berpoligami ) setelah berumur senja, 50 tahun. Sebelumnnya Rasulullah SAW menikahi Sayidinah Khadijah. Yang kedua, semua istri Nabi sudah janda, kecuali Sayidah Aisyah. Dengan demikian, tidak mungkin Nabi menikahi banyak istri karena mengikuti syahwatnya. Andaikata beliau menikah karena syahwat, pasti beliau menikah sejak muda dan memilih yang perawan, bukan janda. Tapi terbukti, Rasulullah SAW memperbanyak istri ketika berumur senja dan istrinya pun sudah janda.
Lalu untuk apa Rasulullah SAW menikahi banyak istri? Dari kitab Syaikh Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya, Syubhaat wa Abaatil Haula ta’adudi Zaaujatir-Rasuul mengatakan ada 4 hikmah di balik menikahnya Rasulullah SAW. Yang pertama Ta’limiyah (mengajar agama). Hikmah ini merupakan hikmah terpokok. Jadi, Rasulullah SAW beristri banyak untuk mencetak para guru bagi para wanita. Beliau ingin merekan mengajarkan apa yang mereka tahu tentang Rasulullah SAW mulai perkataan, pekerjaan dan pengakuan beliau ( taqrir ). Sebab orang yang paling tahu tentang Rasulullah adalah istri beliau, apa lagi ketika berada di rumah. Misalnya, bagaimana Rasulullah SAW tidur. Semakin banyak guru, tentu lebih baik.
Yang kedua, Tasyri’iyah ( menyarikatkan ) dengan menikahi seorang perempuan, Rasulullah ingin menyari’atkan suatu syari’at. Misalnya ketika menikahi Zainab binti Jahsyi. Tujuannya untuk menghapus tradisi pengangkatan anak. Awalnya Zainab adalah istri Zaid bin Haritsah yang telah diangkat sebagai putra Rasulullah SAW. Tak selang beberapa lama, karena Zainab tidak menyukai Zaid, akhirnya mereka bercerai. Setelah bercerai, Allah memerintah Rasulullah untuk menikahi Zainab. Namun, Rasulullah SAW takut ada cemoohan dari orang munafiq bahwa beliau menikahi istri anaknya, maka Allah SWT menegur Rasulullah SAW dengan wahyu, “Dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia  supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak ankat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” (al-Ahzab; 37). Dengan ayat ini, terhapuslah tradisi pengangkatan anak.
Yang ketiga, Ijtima’iy (sosial). Hikmak ini tampak Rasulullah SAW menikahi Aisyah, putri Abu Bakar as-Siddiq Radiyallahu ‘anh. Dan Hafshah putri Umar al-Faruq Radiyallahu ‘anh. Abu Bakar adalah sahabat paling Rasulullah SAW cintai, sedangkan Umar adalah pendekar yang menjayakan islam. Mereka begitu dekat dan mencitai Rasulullah SAW. Agar kecintaan semakin erat, maka Rasulullah SAW menikahi putri mereka. Tentu mereka sangat bahagia memiliki menantu Rasulullah SAW. Begitu juga ketika Rasulullah menikahi putrinya pada Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tali mereka semakin erat dengan Rasulullah SAW. Bukan hanya itu, pernikahan Rasulullah SAW dengan istri-istri yang lain-pun mempererat hubungan antara suku Quraisy.
Yang keempat, Siyasiyah (politik). Kadang Rasulullah SAW menikah sebagai taktik agar orang-orang masuk Islam. Beliau ingin menaklukkan hati mereka sehingga mereka dan golongannya bergabung dengan beliau.  Misalnya, ketika Rasulullah menikahi Sayidinah Juwariyah binti al-Harits, putri pemimpin Bani Mustaliq. Dia ditawan bersama keluarganya. Kemudian dia datang kepada Rasulullah SAW untuk menebus dirinya. Lalu Rasulullah menawarkan agar Rasulullah saja yang menebusnya. Lalu Rasulullah SAW menawarkan akan menikahinya. Juwariyah pun mengiyakan. Kemudian Muslimin memerdekakan keluarga Juwariyah. Setelah Bani Mustaliq mengetahui berita itu, mereka semua masuk Islam. Lalu bagaimana dengan orang sekarang? Mereka yang mengaku berpoligami untuk mengikuti Nabi? Wallahu al’lamu bisshawab.

     Oleh Saifuddin Syadiri

Post a Comment

- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami

Refano Pradana

{google-plus#https://plus.google.com/u/0/112244076923112035800/} {pinterest#https://id.pinterest.com/apsdbgsmgs/}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget