“Kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki 9 istri. Angka yang fantastis bagi orang-orang masa kini. Tak heran jika para Orientalis menuduh bahwa Nabi adalah pemuja syahwat. Tuduhan yang tentu saja berdasarkan kebencian. Sebenarnya apa misi Nabi menikahi istri-istri beliau tersebut?”
Dari dulu sampai sekarang tak henti-hentinya musuh Allah ingin memadamkan cahaya islam. Mereka melakukan segala cara agar tujuannya tercapai. Mulai dari menyakiti Rasulullah SAW, sampai menuduh Rasulullah SAW tukang sihir. Akhir-akhir ini, Orentalis dan orang-orang Barat mengatkan “Muhammad pemuja Syahwat.” Mereka menganggap poligami Nabi adalah buktinya.
Ada dua poin yang mereka tidak pahami. Dua poin ini adalah bukti bahwa
Nabi bukan pemuja syahwat. Yang pertama, Rasulullah SAW menikahi banyak istri (
berpoligami ) setelah berumur senja, 50 tahun. Sebelumnnya Rasulullah SAW
menikahi Sayidinah Khadijah. Yang kedua, semua istri Nabi sudah janda, kecuali
Sayidah Aisyah. Dengan demikian, tidak mungkin Nabi menikahi banyak istri
karena mengikuti syahwatnya. Andaikata beliau menikah karena syahwat, pasti
beliau menikah sejak muda dan memilih yang perawan, bukan janda. Tapi terbukti,
Rasulullah SAW memperbanyak istri ketika berumur senja dan istrinya pun sudah
janda.
Lalu untuk apa Rasulullah SAW menikahi banyak istri? Dari kitab Syaikh
Muhammad Ali as-Shabuni dalam kitabnya, Syubhaat
wa Abaatil Haula ta’adudi Zaaujatir-Rasuul mengatakan ada 4 hikmah di balik
menikahnya Rasulullah SAW. Yang pertama Ta’limiyah
(mengajar agama). Hikmah ini merupakan hikmah terpokok. Jadi, Rasulullah
SAW beristri banyak untuk mencetak para guru bagi para wanita. Beliau ingin
merekan mengajarkan apa yang mereka tahu tentang Rasulullah SAW mulai perkataan,
pekerjaan dan pengakuan beliau ( taqrir ).
Sebab orang yang paling tahu tentang Rasulullah adalah istri beliau, apa
lagi ketika berada di rumah. Misalnya, bagaimana Rasulullah SAW tidur. Semakin banyak
guru, tentu lebih baik.
Yang kedua, Tasyri’iyah (
menyarikatkan ) dengan menikahi seorang perempuan, Rasulullah ingin menyari’atkan
suatu syari’at. Misalnya ketika menikahi Zainab binti Jahsyi. Tujuannya untuk
menghapus tradisi pengangkatan anak. Awalnya Zainab adalah istri Zaid bin
Haritsah yang telah diangkat sebagai putra Rasulullah SAW. Tak selang beberapa
lama, karena Zainab tidak menyukai Zaid, akhirnya mereka bercerai. Setelah bercerai,
Allah memerintah Rasulullah untuk menikahi Zainab. Namun, Rasulullah SAW takut
ada cemoohan dari orang munafiq bahwa beliau menikahi istri anaknya, maka Allah
SWT menegur Rasulullah SAW dengan wahyu, “Dan
kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya),
Kami kawinkan kamu dengan dia supaya
tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak
ankat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
daripada isterinya Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” (al-Ahzab;
37). Dengan ayat ini, terhapuslah tradisi pengangkatan anak.
Yang ketiga, Ijtima’iy
(sosial). Hikmak ini tampak Rasulullah SAW menikahi Aisyah, putri Abu Bakar
as-Siddiq Radiyallahu ‘anh. Dan Hafshah
putri Umar al-Faruq Radiyallahu ‘anh. Abu
Bakar adalah sahabat paling Rasulullah SAW cintai, sedangkan Umar adalah
pendekar yang menjayakan islam. Mereka begitu dekat dan mencitai Rasulullah
SAW. Agar kecintaan semakin erat, maka Rasulullah SAW menikahi putri mereka. Tentu
mereka sangat bahagia memiliki menantu Rasulullah SAW. Begitu juga ketika
Rasulullah menikahi putrinya pada Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tali
mereka semakin erat dengan Rasulullah SAW. Bukan hanya itu, pernikahan
Rasulullah SAW dengan istri-istri yang lain-pun mempererat hubungan antara suku
Quraisy.
Yang keempat, Siyasiyah (politik). Kadang Rasulullah SAW menikah sebagai
taktik agar orang-orang masuk Islam. Beliau ingin menaklukkan hati mereka
sehingga mereka dan golongannya bergabung dengan beliau. Misalnya, ketika Rasulullah menikahi
Sayidinah Juwariyah binti al-Harits, putri pemimpin Bani Mustaliq. Dia ditawan
bersama keluarganya. Kemudian dia datang kepada Rasulullah SAW untuk menebus
dirinya. Lalu Rasulullah menawarkan agar Rasulullah saja yang menebusnya. Lalu Rasulullah
SAW menawarkan akan menikahinya. Juwariyah pun mengiyakan. Kemudian Muslimin
memerdekakan keluarga Juwariyah. Setelah Bani Mustaliq mengetahui berita itu,
mereka semua masuk Islam. Lalu bagaimana dengan orang sekarang? Mereka yang mengaku berpoligami untuk mengikuti Nabi? Wallahu al’lamu
bisshawab.
Oleh Saifuddin
Syadiri
Post a Comment
- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami