definisi dan Propaganda Faham Aliran Wahabi Salafi


Faham Aliran Wahabi atau Salafi
Menjawab Propaganda Faham Aliran Salafi ( Aliran al-Wahabi ), Kelompok Anti Mazhab

Tanpa disadari, umat Islam kini mulai digerogoti dengan faham-faham yang menyimpang. Munculnya beberapa aliran mulai mewabah disekitar kita. Di antaranya adalah aliran Salafi (Wahabi). Salah satu ciri khas identintasnya, alergi mereka dengan istilah bermazhab. Ada beberapa poin yang perlu kita ketahui dari kelompok ini.

Pertama, kelompok ini punya asumsi bahwa semua hukum syariat Islam, hanya tertentu pada al-Qur’an dan Hadis shahih, karena hanya kedua hal itu, yang nyata-nyata Allah SWT wahyukan kepada Rasulullah SAW. Perkara yang selain itu, bukanlah hukum syariat yang harus kita terima, seperti jimak, dan pendapat para ulama. 

Kedua, anggapan bahwa sebetulnya semua bentuk pendapat ulama hanyalah bersifat relatif, bisa salah bisa benar. 

Ketiga, selalu menyuarakan bahwa mereka ini adalah pengikut Hadis, sedangkan para mujtahid itu bukanlah ahli Hadis. 


Keempat, pendapat mereka bahwa apabila semua ijtihadnya para ulama dipastikan benar, maka berimbas pada kebolehan mengambil semua pendapatnya para ulama tanpa ada pedalaman dan seleksi. 

Kelima, kalau memperbolehkan pendapat para ulama, yang ada hanyalah memperpecah golongan umat Islam dan kata mereka, ini sudah ada larangan keras dari al-Qur’an yang tertera dalam surah al-An’am ayat 159 dan surah Ali-Imran ayat 105.

Untuk menjawab pertanyaan itu, sebenarnya kita tidak perlu susah payah mengkajinya, karena pada dasarnya, mereka sama sekali tidak berlandaskan al-Qur’an dan Hadis. Namun tidak ada salahnya kita sedikit membuat kajian ringan untuk menjawab tantangan mereka.
Dalam kode etik keilmuan Islam, seseorang dilarang keras untuk mengomentari al-Qur’an dan Hadis Nabi tanpa memiliki kapabilitas keilmuan yang mapan dalam bidang  tersebut. Hal ini bukan berarti Islam membatasi seseorang dalam berkreasi, tetapi hal ini dilakukan agar ilmu pengetahuan tidak tercemar dan tetap bersih dari tangan-tangan jahil. Hal ini terbukti dari sejarah sejumlah ulama salaf, semisal Imam Ahmad bin Hanbal, yang hafalannya mencapai satu juta Hadis.  Beliau ketika punya kesulitan dalam memahami satu Hadis dari sisi fikih, beliau bertanya kepada Imam Syafi’i yang hafalan Hadisnya lebih sedikit. Begitu juga ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya mengenai makna satu kalimat Hadis yang asing, beliau berkata, “ Tanyakan pada pakar bahasa! Aku khawatir berbicara dalam Hadis Rasulullah berdasarkan dugaan belaka, aku khawatir keliru” ( lihat Manhajun-Naqdi fi Ulumil Hadis, 246). Mengenai anggapan bahwa para mujtahid bukanlah ahli hadis, adalah kekeliruan terbesar mereka, karena semua mujtahid adalah ahli Hadis. Ini terbukti dari hasil karyanya masing-masing. Imam Malik dengan kitab al-Muwatha’-nya, Imam Syafi’i dengan kitab Musdan-nya dan lain sebagainya, bahkan Imam Syafi’i yang pertama kali membicarakan kualitas Rawi dalam Hadis yang kemudian menjadi cikal bakal ilmu Hadis.

Mengenai dua ayat yang ditampilkan oleh kelompok tersebut, sebetulnya di kalangan ulama, sama sekali tidak ada yang mempersalahkan bahwa yang dimaksud larangan dalam ayat tersebut adalah ketika berselisih dalam permasalahan dasar agama, semisal kelompok yang meyakini akan adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Bukan terkait dengan masalah cabang-cabang agama atau furu’iah. Hal ini berdasarkan beberapa bukti. Pertama, hal ini sudah mendapatkan sinyal dari Hadis Nabi, “Paling baiknya masa adalah masaku, kemudian masa setelahnya, kemudian masa setelahnya” (HR. Bukhari Muslim).
Labels:

Post a Comment

- Comment dilarang spam-menyebarkan link
- Untuk mendapatkan backlink berkomentarlah menggunakan gmail / openid
- Dilarang komentar 'dewasa'
-Sharing is Caring. Jangan lupa like fanpage kami

Refano Pradana

{google-plus#https://plus.google.com/u/0/112244076923112035800/} {pinterest#https://id.pinterest.com/apsdbgsmgs/}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget